MataKita.co, Makassar – Adanya pandemi Covid-19 membuat Ramadan tahun ini terasa berbeda. Sebab, kebanyakan aktivitas hanya bisa dilakukan di rumah. Pun aktivitas di ruang publik terpaksa harus dibatasi demi mengurangi penyebaran virus ini.
Keadaan tersebut banyak dikeluhkan karena dinilai menghambat mobilitas warga. Meski begitu, selalu ada hikmah yang dapat dipetik dibalik setiap peristiwa. Begitulah yang dirasakan oleh Duta Bahasa (Dubas) Sulawesi Selatan 2019, Andi Eka Asdiana Warti.
Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin (Unhas) tersebut menceritakan pengalamannya saat berpuasa ditengah Pandemi kepada Matakita.co, Kamis (7/4/2020). Berikut petikan wawancara lengkapnya.
Apa aktivitas anda selama Ramadan?
Lebih banyak urusan kampus seperti ujian departemen. Selain itu, diskusi virtual dengan teman – teman komunitas dan berkumpul dengan keluarga.
Bedanya dengan ramadan sebelumnya?
Dulu kalau Ramadan pasti jarang di rumah. Soalnya, pagi sampai sore banyak di rumah sakit. Lanjut buka puasa bersama yang dijadwalkan rutin oleh organisasi. kalau Ramadan sekarang, semua aktivitasnya di rumah.
Apa saja sisi negatif dari pandemi Covid-19?
Banyak kegiatan terhambat. Jadwal kuliah juga tidak jelas sehingga mempengaruhi masa studi. Tingkat stres juga makin tinggi karena aktivitas sebelum ini padat sementara sekarang banyakan di rumah. Tentu butuh proses adaptasi.
Sisi positifnya?
Positifnya yah, sering kumpul sama keluarga dan bisa menikmati makanan yang lebih sehat karena tidak jajan di luar. Begitu pun ibadah juga lebih khusyuk sekarang.
Selama covid-19, kita dianjurkan dirumah saja. Bagaimana cara anda melawan stres?
Kurangi intensitas buka data pasien positif. Dulu (awal pandemi) hampir tiap saat buka jumlah pasien terkini, sekarang sudah tidak lagi. Cukup pahami protokol standar dan belajar mekanisme kerja virusnya. Setelah itu cukup skip info terkait covid.
Pelampiasan lain, yah memasak. Intinya lakukan aktifitas yang bisa membuat kita bisa mengurangi intensitas buka media sosial. Tak lupa lebih mendekatkan diri sama Allah SWT.
Kalau silaturrahmi dengan teman atau keluarga bagaimana?
Interaksi lebih banyak dengan keluarga inti. Kalau nenek dan kakek biasa dikunjungi sekali seminggu untuk cek kesehatan mereka. kalau untuk teman – teman biasanya via medsos saja.
Apa saja program anda sebagai Duta Bahasa tahun ini?
Kalau nasional kami ada beberapa proyek pembuatan video. Kalau di provinsi kegiatan terakhir itu buat video imbauan terkait covid 19 dan bersama Balai Bahasa Sulawesi Selatan dan Barat serta dukungan ibu Dra. Zaenab, M.Hum dalam melakukan pembagian masker dan penyanitasi tangan
Insya Allah pekan depan kami akan membuka donasi untuk pemberian sembako bagi orang yang kesulitan memperoleh nafkah akibat pandemi ini.
Apakah ada program yang terhambat karena pandemi Covid-19?
Ada beberapa program. Seperti pemilihan Duta Bahasa Sulsel tahun 2020. Harusnya bulan ini, tapi terpaksa diundur. Mekanismenya juga via daring, tentu tidak seefektif dengan audisi luring. Harusnya bulan lalu juga ada kegiatan reksa bahasa tingkat nasional tapi diundur hingga waktu yang tidak ditentukan.
Begitu pun pemilihan duta bahasa nasional juga diundur jadwalnya. Normalnya, diadakan bertepatan dengan hari kemerdekaan. Tapi rencananya diundur ke bulan Oktober. Beberapa kegiatan juga dibatalkan seperti kunjungan ke istana negara dan audiensi juga harus ditiadakan.
Apa saja program Anda yang sudah dijalankan di Sulsel?
Yang kami presentasikan di nasional itu ada dua kegiatan. Pertama, kami kunjungan ke Lapas Kelas I Makassar untuk memberikan sosialisasi terkait literasi kesehatan dan manca krida dengan anak-anak di Lapas. Kedua, sosialisasi di pantai losari terkait pengutamaan Bahasa Indonesia di ruang publik dan mensosialisasikan padanan kata dalam bahasa Indonesia untuk digunakan sehari-hari.
Sorotan kami yakni tulisan City of Makassar. Kami harap bisa diubah ke Bahasa Indonesia sesuai aturan undang-undang yang harusnya mengutamakan Bahasa Indonesia. Tulisan Bahasa Inggris tidak masalah digunakan asal ukurannya harus lebih kecil dari Bahasa Indonesia.
Kami juga sempat berbincang dengan turis asing. Mereka lebih suka penggunaan Bahasa Indonesia atau Bahasa Daerah di ruang publik. Hal itu membuat mereka lebih tertarik untuk belajar bahasa.
Penggunaan bahasa asing juga banyak digunakan pada penanganan Covid-19, Bagaimana tanggapan anda?
Sebenarnya butuh peran pemerintah, khususnya pihak yang menjadi sumber informasi terkait covid 19. Sejak awal covid 19, informasi yang disampaikan sering menggunakan Bahasa Asing contohnya Social distancing, Rapid Test, Hand Sanitizer, Work From Home, dan lain-lain.
Harusnya kan menggunakan Bahasa Indonesia karena yang mereka sampaikan itu punya padanan katanya. Kecuali covid 19 yang merupakan nama dari penyakit ini. Dampaknya, masyarakat kalangan bawah tidak memahami imbauan yang disampaikan. Penyebabnya karena mereka tidak mengerti arti kata yang disebutkan oleh pemerintah. Bagaimana mungkin menerapkan protokol kesehatan sementara bahasa yang disampaikan sudah tidak mereka pahami.
Menurut anda, hal produktif apa yang bisa dilakukan milenial disaat pandemi ini?
Banyak sih. Pertama, kalau ingin menambah pengetahuan, banyak diskusi daring yang dapat diikuti. Kedua, kalau punya bakat seperti menulis, melukis, bernyayi, menciptakan lagu, bisa menjadikan masa pandemi ini sebagai sumber inspirasi dalam karya mereka. Ketiga, untuk yang hobi masak, masa pandemi ini memberi waktu untuk mereka dalam berkreasi membuat makanan kekinian dan bisa jadi sumber penghasilan. Ini beberapa contoh. Masih banyak yang bisa dilakukan untuk tetap produktif di masa pandemi ini.
Bagaimana saran anda untuk model sosialiasi pencegahan covid-19 yang bisa dilakukan milenial?
Yang dapat dilakukan saat ini yah kebanyakan daring. Kontennya saja yang bisa kita inovasi. Buat milenial yang jago membuat animasi, mereka dapat membuat animasi terkait covid 19 dengan bahasa yang ringan. Yang jago buat lirik lagu bisa menulis lagu bertema pencegahan covid 19. Bergantung kreatifitas dan sesuai minat yang ditekuni.
Kita dapat berkreasi dalam bentuk apapun. Misalkan youtuber atau selebgram. Mereka dapat memanfaatkan pengikut dan penonton untuk membantu dalam penyampaian informasi secara masif.
Kalau kampanye untuk memajukan bahasa Indonesia seperti apa ?
Kesadaran cinta Bahasa Indonesia yang harus dibangun terlebih dahulu di kalangan milenial. Masalahnya saat ini justru milenial lah yang sering mencampuradukkan bahasa. Fenomena bahasa “jaksel” kan dari milenial juga. Lalu diikuti oleh sebagian besar milenial di Indonesia karena dianggap sebagai tren. Tidak dilarang untuk berbahasa asing tapi jangan dicampuradukkan.
Berkembang juga pola pikir yang bangga menggunakan “Bahasa Gado-gado” karena menunjukkan status sosial. katanya kalau bisa bahasa asing modernmi.. Hmmmm ini yang harus diubah. Mereka harus paham bahwa bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai porsinya. Maksud saya jika berbincang menggunakan Bahasa Indonesia, maka gunakanlah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jangan dicampuradukkan dengan bahasa lain
Apa harapan anda kepada Milenial untuk kemajuan bahasa?
Milenial harusnya bangga berbahasa Indonesia. Di luar negeri banyak kok yang tertarik belajar Bahasa Indonesia. Bule saja mau belajar Bahasa Indonesia, masa penutur aslinya tidak.
Andek, Sapaan akrab Andi Eka Asdiana Warti selain aktif sebagai duta Bahasa, juga aktif di berbagai organisasi diantaranya Pengurus HmI Cabang Makassar Timur, Maperwa FKG Unhas, Ikatan remaja mesjid, Srikandi PMI, Masika ICMI Orda Makassar, PMB-UH Latenritatta, Forum GenRe Sulsel, Forum Anak Sulsel, Korps Asisten Dosen Oral Biology FKG Unhas dan DMP FKG Unhas.
Sumber: https://matakita.co/2020/05/08/dubas-sulsel-ajak-milenial-gunakan-bahasa-indonesia-lawan-covid-19/