Jakarta, 9 September 2024 – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim terus mengupayakan berbagai inisiatif untuk mendorong pemajuan kebudayaan. Program Revitalisasi Bahasa Daerah yang diluncurkan sebagai Merdeka Belajar Episode 17 pada Februari 2022 telah memberikan manfaat dan dampak besar dalam upaya pelestarian dan pengembangan bahasa daerah di seluruh Indonesia. Keberhasilan program tersebut baru-baru ini juga diakui oleh media internasional, yakni Majalah TIME.
Inisiatif Revitalisasi Bahasa Daerah dapat berjalan dengan baik berkat kerja keras yang dilakukan oleh E. Aminudin Aziz yang menjabat sebagai Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kemendikbudristek. Pria kelahiran Ciamis, Jawa Barat, 57 tahun lalu tersebut adalah tokoh yang berpengaruh dalam menggawangi kebijakan revitalisasi bahasa daerah.
“Berawal dari keprihatinan akan kualitas dan kuantitas bahasa daerah yang mengalami kemunduran, Mas Menteri memberikan arahan kepada Badan Bahasa untuk melaksanakan program Revitalisasi Bahasa Daerah yang tidak hanya berfokus pada pelestarian bahasa daerah tetapi juga pengembangan dan peningkatan relevansinya.” Hal tersebut penting dilakukan karena bahasa daerah adalah aset yang tak ternilai bagi bangsa. Aminudin sangat menyayangkan jika bahasa daerah mengalami kepunahan dan tidak ada ‘catatan’ tentangnya yang tersisa bagi generasi penerus bangsa. “Maka akan hilang kearifan lokal kita dan pengetahuan yang terekspresikan dan tersimpan dalam bahasa daerah itu,” ungkapnya.
Selain kemampuan bertutur dalam bahasa nasional dan asing, bertutur dalam bahasa daerah bukanlah ‘kampungan’ tapi justru menunjukkan kehebatan. “Pencapaian pada ajang TIME ini akan menjadi semangat baru bagi kawan-kawan yang selama ini mengerjakan program revitalisasi bahasa daerah. Kami juga tentunya sangat berterima kasih kepada Mas Menteri Nadiem Makarim atas visi dan dukungan beliau yang tinggi terhadap program ini sehingga terus memupuk komitmen seluruh pihak untuk berkolaborasi menyukseskan revitalisasi bahasa daerah,” lanjut Aminudin.
Berangkat dari situasi tersebut, ia tergerak untuk menempuh langkah nyata guna menyelamatkan eksistensi bahasa daerah. “Yang harus kita lakukan adalah mendokumentasikan secara fisik melalui buku-buku bacaan, tata bahasa, kamus, dan sebagainya, baik dalam bentuk cetak maupun berbentuk digital. Namun, langkah untuk membuat penyelamatan bahasa daerah tersebut lebih luas dengan dukungan teknologi kecerdasan buatan, harus ada korpusnya terlebih dulu. Korpus yang berisi kumpulan data bahasa dari naskah dan dokumentasi lain serta bahasa lisan berbahasa daerah yang disusun dalam sebuah data raya atau big data,” tuturnya.
Badan Bahasa telah berhasil menggawangi beberapa projek inisiatif untuk merevitalisasi bahasa daerah. Pertama, Kajian Vitalitas Bahasa untuk melihat tingkat daya hidup suatu bahasa yang dipetakan melalui jumlah penutur dan bagaimana pemanfaatan bahasa daerah tersebut. Kedua, Peta Bahasa di Indonesia, yang ditujukan untuk mendapatkan informasi mengenai sebaran geografis bahasa, dialek, dan subdialek. “Contoh sederhananya, ketika orang bicara dengan dialek bahasa daerah tertentu di luar daerahnya, maka akan terlihat sebaran bahasa daerah tersebut di luar asal wilayahnya,” jelas Aminudin.
Menurutnya, untuk mempermudah upaya identifikasi tersebut maka kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) merupakan solusinya. “Ini yang sudah menjadi program yang dikembangkan di Badan Bahasa sehingga tidak perlu lagi kita ke lapangan dengan menggunakan manusia yang datang dengan biaya yang mahal. Selama orang punya gawai dan terhubung ke internet, orang di daerah tertentu bisa memasukkan datanya misalnya berupa rekaman dan akan terdeteksi melalui AI,” terangnya.
Ketiga, AI juga bisa digunakan untuk penerjemahan bahasa. Menurutnya, jika sudah tersedia big data atau data raya dan sudah ada korpus (kumpulan ujaran) dalam berbagai bahasa daerah, maka masyarakat bisa dengan mudah mengetahui arti dan mempelajari berbagai bahasa daerah. Misalnya, penggunaan bahasa daerah popular di tengah suatu wilayah. “AI ini bisa memberikan penjelasan. Korpus ini yang sedang kita bangun bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dan para ahli teknologi kecerdasan buatan. Semakin banyak korpus dan data raya maka semakin pintar mesinnya (AI). Mesin ini bisa memberikan penjelasan sesuai konteksnya.”
Keempat, Badan Bahasa akan merintis pengujian kompetensi berbahasa daerah dengan dukungan AI. Seperti Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) yang ada tes tulisnya, pengujian kompetensi berbahasa ini bisa dilakukan melalui dukungan AI. Ketika banyak sekali orang yang ikut tes dalam jumlah tertentu, cukup AI yang menilai. Sebab jika pengujian dilakukan secara manual, membutuhkan sumber daya, waktu, dan biaya yang besar. “Kami sedang pikirkan bagaimana melengkapi sumber data berupa tata bahasa daerah yang baku untuk bahasa daerah tertentu, misalnya bahasa Jawa. Langkah awal adalah membangun tata bahasa yang benar, lalu mengembangan AI-nya secara paralel,” tegas Aminudin.
Merujuk pada empat projek di atas, Aminudin menegaskan komitmennya bersama seluruh jajaran Badan Bahasa untuk terus mengawal implementasi projek berdasarkan skala prioritas. Selain melibatkan Perpusnas di mana Aminudin juga menjabat sebagai Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Perpusnas, Badan Bahasa juga menggandeng pakar dari perguruan tinggi dan mungkin juga sektor swasta yang memiliki visi yang sama guna menyukseskan berbagai program prioritas.
Seiring dengan upayanya melakukan pemajuan di dunia kebahasaan, Aminudin tak menyangka jika kiprahnya tersebut mendapat perhatian di tingkat internasional yakni media TIME. Ia mengisahkan bahwa pada akhir bulan Juli 2024 lalu, seorang wartawan TIME menghubunginya untuk melakukan wawancara seputar pengembangan AI dalam konteks pelestarian bahasa daerah. Ia terkejut karena dirinya bukanlah seorang ahli yang berkiprah di dunia IT. Aktivitasnya selama empat tahun terakhir justru lebih banyak bergelut dalam upaya merevitalisasi bahasa daerah.
Wawancara mendalam yang dilakukan beberapa tahap dengan wartawan tersebut nyatanya berhasil meyakinkan redaksi TIME untuk memasukkan nama E. Aminudin Aziz sebagai salah satu dari 100 Orang yang Paling Berpengaruh dalam Kecerdasan Buatan versi Majalah TIME. Pengumuman ini dilansir pada 5 September 2024, pukul 20.00 waktu Amerika melalui http://time.com/time100ai.
“Menariknya, mereka mempelajari pandangan yang awalnya saya sampaikan di UNESCO ketika bicara tentang revitalisasi bahasa daerah dengan pemanfaatan AI. Ketika orang lain tidak berpikir merevitalisasi bahasa daerah dengan dukungan AI, Badan Bahasa memulai memikirkan hal tersebut. Jika orang menggunakan AI untuk kepentingan bisnis dan lainnya, saya lebih memikirkannya untuk menyelamatkan aset bangsa,” tuturnya mengutip komentar tim penilai yang disampaikan melalui wartawan yang mewawancarainya.
Revitalisasi bahasa daerah perlu dilakukan mengingat 718 bahasa daerah di Indonesia, sebagian besar kondisinya mengalami kemunduran, kritis, bahkan terancam punah. Sasaran dari revitalisasi bahasa daerah ini, seperti yang pernah dikatakan Mendikbudristek adalah 1.491 komunitas penutur bahasa daerah, 29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, 1.175 pengawas, serta 1,5 juta siswa di 15.236 sekolah. Sasaran ini telah tercapai dan akan terus dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya.
Sebagai penghormatan kepada 100 orang yang paling berpengaruh dalam kecerdasan buatan, TIME turut mengundang Aminudin pada jamuan makan malam yang akan berlangsung pada 16 September 2024 mendatang. Atas pencapaiannya tersebut, berbagai ucapan selamat terus mengalir kepada Aminudin termasuk dari Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim dan seluruh jajaran pimpinan Kemendikbudristek, jajaran Perpusnas dan Perpusda, serta warga masyarakat lainnya. “Congratulations, Pak Amin. Kece!” ucap Aminudin menirukan pernyataan Mendikbudristek.
Siaran Pers Kemendikbud Nomor: 431/sipers/A6/IX/2024